Menjadi guru bukanlah hanya semata takdir atau hanyalah sebuah pilihan yang tidak begitu diminati karena tidak sedikit diantara kita yang memilih pekerjaan guru hanyalah sebuah sampingan. Namun tidak demikian ketika kita sudah benar-benar menjadi guru, ini seolah-olah tanggung jawab besar serta  menjadi kewajiban kita untuk benar-benar dilaksanaka terutama dalam pembentukan moral, karakter dan akhlak mulia. Dan juga harus menyadari bahwa guru itu harus layak digugu dan ditiru karena kata-kata guru itu bagaikan sabda yang selalu diikuti oleh peserta didiknya. Dan begitu juga pemerintah sebagai instruktur guru untuk memperbaharui manajemen dan metode pendidikan, seperti yang baru-baru ini kita dengar yakni pendidikan berkarakter.

Pada suatu kesempatan penulis menawarkan satu produk perangkat pembelajaran yang telah di buat oleh beberapa guru matapelajaran yang diantaranya adalah guru PKn serta telah dievaluasi oleh beberapa uji ahli dalam bidangnya. Penyebaran penawaran ini dilaksanakan di salah satu SMP swasta di Malang melalui penyebaran angket kepada guru untuk mengisi apakah produk yang kami tawarkan itu layak untuk diterapkan di kelas, ada kesalahan teknis dan manfaat dari perangkat tersebut bagi peseta didik. Di sini penulis yang bertindak sebagai tim peneliti juga harus dating langsung ke sekolah dan menerangkan hal ihwal tentang produk yang kita tawarkan kepada mereka (guru matapelajaran) karena tidak menutup kemungkinan ada guru yang kurang setuju dengan pendidikan berkarakter ini.

Disamping menerangkan tentang produk ini penulis juga sedikit berdiskusi mengenai pendidikan berkarakter ini dan dari semua jawaban yang mereka lontarkan kepada penulis secara umum beranggapan bahwa pendidikan berkarakter ini sebenarnya sudah ada sebelum dianjurkan oleh diknas,  hanya saja belum tercantum secara tertulis. Pada diskusi ini guru sangat terlihat antusia dalam berkomentar entah apa yang melatar belakanginya?

Dan pada gilirannya ada salah satu guru matapelajran yang jawabannya sangat menarik sebut saja guru marapelajaran PKn. Guru matapelajan moral nomor satu ini beranggapan bahwa disamping sudah diterapkan sejak dahulu  juga ada kaitannya dengan latar belakang psikologi pendidik, moral serta akhlak mulia. Kemudian guru tersebut menyinggung tentang kasus Gayus dan Nazarudin yang sering kita dengar dari awak media. Guru tersebut beranggapan bahwa Gayus dan Nazarudin itu bukan akibat dari tidak dicantumkannya pendidikan berkarakter itu dalam perangkat pembelajaran akan tetapi ini berkaitan dengan psikologis mereka yang secara tidak langsung mereka sedikit sakit jiwa. Seperti yang kita ketahui pula bahwa pendidikan Gayus dan Nazarudin  juga dilatar belakangi pendidikan yang notaben agamanya kental. Nah, secara otomatis penanaman karakter itu juga sudah tertanam dalam dirinya, dan sekarang yang patut kita salahkan siapa? Guru PKn-kah yang jelas-jelas kental dengan pelajaran moral dan akhlak mulia?

Kendati demikian guru moral ini sangat mengapresiasi terhadap Mentri Pendidikan kali ini karena dianggap sudah memberi perubahan besar terhaadap pendidikan yang nantinya sangat bermanfaat bagi generasi bangsa dan semoga tidak ada lagi generasi seperti Gayus dan Nazarudin yang sangat merugikan rakyat kita ini.